HOT TOPICS:
#Nasional





KSC : Kerinci Jadi Primadona Eropa Sejak 1660

Minggu, 19 Juli 2020 | 07:05:40 WIB


KERINCI - Komunitas Studi Kerinci atau Kerinci Studies Community (KSC) kembali menyelenggarakan diskusi mingguan pada Jumat 18 Juli 2020. Diskusi ketiga pada Jumat yang lalu memilih lokasi diskusi di Radjea Coffee, salah satu Kedai Kopi di Sungai Ning, Sungai Penuh. Tema yang dibahas adalah kajian terhadap naskah akademik tentang Kerinci yang dibahas bersama dan dipandu oleh tuan rumah KSC, Marjan Fadil, Dosen IAIN Kerinci. Artikel yang dibahas berjudul Dutch Expansion at the End of the Nineteenth Century  karya C.W. Watson tahun 1984. Dalam kesimpulannya, Fadil mengatakan bahwa Watson sebagai seorang pengkaji awal tentang Kerinci telah melakukan penelitian tentang Kerinci yang bersumber dari laporan-laporan Belanda. Kerinci pada tahun 1660 telah melakukan perjanjian kerjasama dengan Belanda di pantai barat Sumatera. Kerinci pada kurun abad ke 17 juga menjadi primadona bagi Negara-negara eropa ketika itu karena Kerinci yang kaya akan sumber daya alam. Kerinci bahkan pernah menjadi salah satu pusat perdagangan emas terbaik di Sumatera pada masanya. Adapun proses masuknya Belanda ke Kerinci tidak terjadi begitu saja, namun penuh dengan dinamika dan negosiasi kultural yang kompleks. Para Depati Kerinci pernah beberapa kali menentang kedatangan Belanda ke Kerinci. Di samping itu, ada banyak perjanjian dan kesepakatan antara Kerinci dan Belanda yang menunjukkan bahwa Kerinci sebagai salah satu daerah yeng memiliki pemerintahan sendiri yang kuat dan dominan dalam masyarakat sejak dahulu. Masyarakat Kerinci sejak dahulu sudah memiliki pemeritahan adat sendiri di wilayah adatnya masing-masing. 

KSC adalah forum diskusi yang mempertemukan para penggiat studi Kerinci. Kegiatan diskusi dilakukan sebagai sarana dan wadah bertukar fikiran antar sesama peneliti tentang Kerinci. Menurut penyelenggara diskusi ini, Mufdil Tuhri,  peneliti lepas dan alumni S2 Studi Agama dan Lintas Budaya UGM mengatakan bahwa forum diskusi ini adalah wadah yang menampung kegelisahan para peminat Kajian multidisiplin tentang Kerinci tentang minimnya literatur akademik yang membahas tentang Kerinci. Kerinci ini memiliki kekayaaan peradaban yang tinggi. Maka forum ini adalah sarana bagi kita untuk bertukar fikiran dan membincangkan sesama komunitas akademik dan masyarakat penggiat Kerinci umumnya tentang penelitian yang sedang kita lakukan. Adapun tema yang kita bahas sangat bervariatif dari pembahasan tentang naskah akademik, diskusi, bedah buku dan lain-lain. Diskusi ini juga dilakukan secara online melalui Instagram @adatkerinci. Ini kita lakukan untuk mendekatkan kajian ilmiah agar lebih bisa diterima masyarakat umum Tuturnya. 

Pada diskusi sebelumnya, KSC telah membedah salah satu buku karya anak muda Kerinci yang juga seorang Arkeolog lulusan UGM, Hafiful Hadi Sunliensyar yang berjudul Tanah, Kuasa dan Niaga diterbitkan oleh Perpusnas tahun 2019. Dalam karyanya itu, Hafiful membahas tentang relasi antara masyarakat Kerinci dan kerajaan-kerajaan Islam di sekitarnya pada kurun abad 17-19 masehi. Hafiful mengatakan bahwa keterbatasan penelitian tentang Kerinci selama ini disebabkan oleh ketersediaan sumber yang tersedia. Beberapa penelitian terdahulu membincangkan Kerinci melalui sumber-sumber yang berasal dari luar Kerinci seperti sumber kolonial, dan sumber-sumber naskah dari luar Kerinci. Akibatnya, Kerinci kerap dipandang sebagai bagian dari kuasa kerajaan disekitarnya seperti Kerajaan Inderapura dan Kesultanan Jambi. Sebaliknya, Hafiful menegaskan bahwa Kerinci justru berdiri secara independen hingga akhir abad 19. Hal ini dibuktikan dengan laporan yang bersumber dari naskah piagam yang disimpan di beberapa kedepatian Kerinci yang menyebut Kerinci melakukan aliansi secara dinamis dengan kerajaan disekitarnya dengan motif yang lebih bersifat politis bukan sebagai daerah taklukkan. 

KSC saat ini terus bergerak menjadi sarana dan wadah yang menampung pembicaraan yang akademis di ruang diskusi yang serius tapi tapi santai. memang, diskusi ini tidak bersifat formal dengan tata tertib seminar pada umumnya, kita memilih kedai kopi sebagai tempat membincang tema-tema akademik tapi dalam suasana keakraban dan kekeluargaan. Dengan ngobrol santai, justru menjadikan tema dan pembicaraan lebih mengalir dan luas tanpa ada basa-basi tutur Oga Satria, Peneliti Lepas, alumni UIN Jakarta yang juga menjadi salah satu penggagas KSC ini. (*)



Advertisement

Komentar Facebook