KARAWANG – Kehadiran PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) Regional Jawa Subholding Upstream Pertamina di tengah-tengah masyarakat pesisir Karawang, memberikan dampak yang positif, salah satunya melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ‘Jam Pasir’.
Program Jam Pasir, singkatan dari Jaga Alam Melalui Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (Jam Pasir) yang diinisiasi PHE ONWJ ini, selain fokus pada rehabilitasi lingkungan melalui pencegahan abrasi, restorasi mangrove dan pengelolaan kawasan eduwisata, program Jam Pasir juga memiliki tujuan memberdayakan para istri nelayan dan membangun UMKM.
Dimulai sejak 2018, para ibu mendapatkan sejumlah pelatihan keterampilan yang langsung dimentori pengusaha muda. "Dibantu PHE ONWJ, kami belajar meningkatkan kualitas dagangan kami. Bagaimana membuat cita rasanya lebih enak dan kemasan lebih menarik. Kami juga diajari cara menentukan harga jual produk setelah dikurangi biaya produksi," jelas Iin Inani, Ketua Kelompok UMKM Pasir Putih Desa Sukajaya.
Produk hasil kreasi yang mereka jual beraneka ragam. Ada kerupuk ikan teri, sate bandeng, ikan bakar, kerupuk rajungan, terasi ikan, sambal cumi, siwang, amplang, pempek rajungan, bakso ikan remang, dendeng ikan japuh, dodol mangrove, basreng rajungan, kerupuk ikan remang, jus mangrove, udang krispi, dan bola-bola susu.
Saat ini, 25 kelompok UMKM telah terbentuk. Hasilnya, para pelaku usaha ini mendapat tambahan pendapatan sekitar Rp 135 juta per tahun.
General Manager PHE ONWJ, Muzwir Wiratama, menegaskan program Jam Pasir adalah bentuk komitmen Perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, terutama para nelayan, yang adalah tetangga wilayah kerja Perusahaan. Dengan memberdayakan UMKM, perusahaan tidak hanya membantu mereka meningkatkan pendapatan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru.
"Melalui program Jam Pasir, kami ingin memberdayakan perempuan untuk lebih mandiri dan memiliki penghasilan sendiri. Kami berharap program ini dapat menginspirasi lebih banyak perempuan untuk berani berwirausaha," kata Wira.
Setahun belakangan, suami Iin telah berhenti melaut. Ia didiagnosa pembengkakan jantung. Dokter meminta suaminya mengurangi aktivitas fisik. Tidak boleh terlalu capek. Praktis, kini Iin berperan ganda sebagai ibu dan tulang punggung keluarga.
“Dari program bersama PHE ONWJ, saya belajar bahwa perubahan bisa dimulai dari diri sendiri, sekecil apa pun langkahnya. Yang penting, kita tidak menyerah. Saya sangat berterima kasih kepada PHE ONWJ yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk berkembang. Semoga ke depan, usaha kecil kami semakin maju dan bisa memberikan kontribusi yang lebih besar bagi keluarga dan masyarakat,” ujar Iin.
Sebelumnya, bagi para buruh perempuan pengupas rajungan ada dua hal yang tidak tentu. Jam kerja dan penghasilan harian. Jika sedang musim, dan rajungan hasil tangkapan nelayan, yang juga suami-suami mereka, sedang melimpah, ibu-ibu ini bisa mengantongi Rp 300 ribu dalam sehari. Namun, lebih sering mereka hanya mendapat Rp 100 ribu setelah seharian bekerja selama 14 sampai 16 jam.
"belasan jam kami mengupas rajungan yang baru keluar dari boks pendingin hasil tangkapan suami-suami kami. Kadang tangan sampai kapalan. Pinggang sakit karena duduk berjam-jam. Masuk angin sudah biasa," kenang Iin Inani, ibu beranak tiga yang sebelumnya seorang buruh harian di sebuah sentra rumahan pengupasan rajungan.
Kini, Iin dan beberapa ibu rumah tangga lainnya di Desa Sukajaya, tidak perlu lagi bangun pagi buta untuk berangkat sebagai buruh pengupas rajungan. Melalui program pemberdayaan masyarakat dari PHE ONWJ, Iin dan rekan-rekan mengoperasikan usaha kecilnya dari rumah. Sesekali keluar untuk membeli bahan baku, atau mengirim produknya ke pelanggan dan beberapa pusat jajanan. (*)