Oleh : Dr. Nuraida Fitri Habi, S.Ag, M.Ag
Jambi - Badan ad hoc adalah ujung tombak KPU dalam pemilu, yang secara tidak langsung menentukan kualitas pemilu. Disebut ujung tombak karena mereka berada di tengah medan pertarungan atau kontestasi yang sesungguhnya dalam Pemilu maupun Pilkada. Mereka hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS), sehingga KPU perlu merekrut orang-orang yang memiliki kemampuan, kualitas serta berintegritas. Strategisnya posisi ini, maka KPU juga perlu mempersiapkan norma dan juknis pembentukannya.
Badan ad hoc pemilu diatur dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2022 tercantum pada Pasal 1 Ayat 6. Disebutkan bahwa:
Badan ad hoc adalah anggota dan sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), anggota dan sekretariat Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemilihan Luar Negeri (KPPS LN), Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih), Panitia Pemutakhiran Data Pemilih Luar Negeri (Pantarlih LN).dan Petugas Ketertiban Tempat Pemungutan Suara dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan."
Pada pemilu 2024, badan ad hoc penyelenggaraan pemilu mulai dibentuk pada 15 November 2022. Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) merampungkan Peraturan KPU tentang Pembentukan dan Tata Kerja Penyelenggara Pemilu dan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, serta petunjuk teknis (juknis) pelaksanaannya.
Tahun 2029 mendatang tantangan pemilu adalah mengembalikan pemilu sebagai wahana penghormatan pilihan dan menghormati hukum. Wujud toleransi yang mencerminkan kedaulatan rakyat yang sehat bersih dan jujur.
Berikut beberapa catatan yang saya rangkum tentang hasil evaluasi pengelolaan badan ad hoc, ke depannya, antara lain mengenai persyaratan calon badan ad hoc yang disesuaikan perkembangan dan kebutuhan, mekanisme pembentukan badan ad hoc yang perlu standarisasi pada skala nasional, penguatan fungsi sekretariatan badan ad hoc, koodinasi, monitoring dan pengawasan, serta standar keselamatan kerja.
Dalam hal ini termasuk isu-isu strategis terkait rekrutmen badan adhoc. Pertama, daya tahan fisik dan integritas penyelenggara adhoc. Karena proses penghitungan suara itu butuh waktu cukup lama dan hal terberat adalah membuat salinan Berita Acara (BA).
Sejak Pemilu 2009, 2014, 2019 dan 2024 ada pergeseran model politik uang. Parpol atau peserta pemilu tidak lagi menyasar ke Pemilih, tetapi ke penyelenggara, terutama di level bawah, KPPS dan PPK karena hasilnya lebih murah, tetapi hasilnya lebih pasti.
Satu hal yang sangat penting untuk dipikirkan dan diantisipasi adalah bagaimana KPU bisa merekrut PPK, PPS, KPPS bukan saja mempunyai daya tahan fisik yang baik, tetapi juga punya integritas yang tinggi.
Kedua, Membantu meningkatkan upaya pendidikan politik dengan memanfaatkan jajaran penyelenggara pemilu sangat baik untuk dilakukan.
Mereka harus punya orientasi untuk melakukan pendidikan pemilih,tidak hanya berperan menyelenggarakan pemilu, tetapi juga mengoptimalkan fungsi pendidikan pemilih untuk memoderasi proses kontestasi di 2024 terutama di pilpres.
Selain itu poin evaluasi Badan Ad hoc pemilu adalah masalah kapasitas penyelenggara Pemilu khusus untuk di PPK, PPS, dan KPPS. Dalam hal ini syarat menjadi anggota PPK dan PPS, yakni setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika serta mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur dan adil. Meski lazim dan klasik ini penting, tak ada pemilu yang jujur tanpa itu dimiliki petugas ad hoc.
Selain itu untuk soal ujian tertulis harus proporsional, karena mereka adalah penyelenggara pemilu adhoc, maka dipastikan sifatnya implementatif. Jadi, soal-soal tertulis dibuat untuk menunjukkan bahwa mereka terutama mempunyai kemampuan dan keterampilan menjalankan tahapan pemilu yang paling implementatif atau paling teknis.
Sedangkan untuk menguji pemahaman mereka tentang setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tungga Ika harus dicerminkan dalam soal ujian tertulis.
Pada intinya soal tertulis itu harus benar-benar menguji, apakah penyelenggara memiliki wawasan kebangsaan yang mendukung proses pemilu dan demokrasi. Karena jika tidak, bagaimana mungkin menjadi penyelenggara pemilu, sementara tidak punya jiwa demokrasi. Jangan hanya diwujudkan dengan surat pernyataan. Idealnya, KPU harus membuat beberapa poin pertanyaan terkait hal itu.
Terkait saat wawancara harus mendasarkan pada syarat di atas secara proporsional, dan bukan hanya sekadar formalitas, tetapi memastikan betul penyelenggara memiliki wawasan kebangsaan dan jiwa demokratis yang kuat
Selanjutnya, KPU perlu mengevaluasi pelaksanaan pelatihan kepada PPK, PPS, dan KPPS berupa penyusunan kurikulum materi sehingga dapat mengoptimalkan tahap pelatihan tersebut. Optimalisasi pelatihan penting dilakukan, termasuk penyampaian materi seperti hal-hal yang dapat mengatasi persoalan pada saat hari pemungutan suara. Misalnya, dengan memberikan pelatihan administrasi pemungutan dan penghitungan suara, serta pelatihan penggunaan sistem informasi dalam rangka penghitungan suara. Selain pelatihan, KPU juga perlu untuk menambah anggaran pelatihan agar semua anggota badan ad hoc dari tiap tingkatan dapat mengikuti pelatihan dan mendapatkan pengetahuan terkait pemungutan dan penghitungan suara.
Berdasarkan paparan di atas, KPU perlu untuk melakukan perbaikan dalam manajemen sumber daya manusia badan ad hoc dalam rangka penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2029 nanti. Dengan berkaca pada penyelenggaraan pemilu-pemilu sebelumnya diharapkan terjadi perbaikan pada Pemilu 2029. Jika tidak terjadi perbaikan maka akan menyebabkan menurunnya kualitas dan integritas penyelenggaraan Pemilu ke depan. Penyelenggaraan pemilu yang buruk akan menyebabkan rendahnya kepercayaan peserta maupun pemilih.
* Dosen Fakultas Syariah UIN STS Jambi dan Koordinator Jaringan Demokrasi (JaDI) Provinsi Jambi.