HOT TOPICS:
#Nasional





Mahkamah Konstitusi batalkan Pasal pecemaran nama baik & pasal dicurigai pasal karet UU ITE

Jumat, 02 Mei 2025 | 14:48:44 WIB


KURNIADI ARIS,S.H.,M.M., Advokat/Ketua LBH Muhammadiyah Sungai Penuh-kerinci
KURNIADI ARIS,S.H.,M.M., Advokat/Ketua LBH Muhammadiyah Sungai Penuh-kerinci

Pasal 27a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik (ITE) adalah pasal yang menjadi momok yang menakutkan bagi semua masyarakat di Indonesia, karena pasal ini dicurigai  sebagai pasal karet, bunyi pasal ini "Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik." 

 

Menariknya pemerintah melalui wakil menteri hukum dan HAM Prof.Edi Hiariej menyatakan pasal ini tidak memenuhi standar dalam penerapannya “adalah Pasal Karet”. Selanjutnya maksud pasal karet adalah “Rumusan yang tidak jelas dan potensi multi tafsir membuat pasal karet rentan terhadap penyalahgunaan, misalnya untuk menjerat seseorang secara tidak adil atau untuk memaksakan penafsiran yang menguntungkan pihak tertentu.” Sehingga pasal dalam UU ITE ini akan di gunakan sesuai kebutuhan seseorang untuk menjerat orang lain yang tidak dia sukai.

 

Dalam putusan MK  Nomor 105/PUU-XXII/2024  yang di bacakan pada tanggal 29 April 2025, Menyatakan frasa "orang lain" dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan. Dapat di tarik sebuah hipotesa bahwa pencemaran nama baik terutama kritik kepada pejabat bisa saja dilakukan karena jabatan adalah tubuh publik alias benda yang tidak punya kehormatan dan sesuatu yang tidak ada kehormatan di bisa dilelakatkan pertanggung jawaban pidana kepadanya sesuai dengan asas legalitas dalam hukum pidana Indonesia nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali artinya "Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada." Jadi tidak ada ketentuan mengkritik benda dapat di hukum dalam aturan hukum di Indonesia atau bisa diminta pertanggung jawaban pidananya.

 

Selanjutnya ada beberapa pasal lain yang di kabulkan untuk di batalkan oleh MK diantarnaya Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3). Dengan demikian masyarakat, aktivis,oramas menjadi lega untuk dapat menyuarakan pendapatnya tanpa harus takut dijerat dengan pasal-pasal yang di duga sebagai pasal karet.


Advertisement

Komentar Facebook