HOT TOPICS:
#Nasional





Membumikan Kampus Berdampak: Diktisaintek dan Jalan Baru Pendidikan Tinggi Indonesia

Jumat, 02 Mei 2025 | 16:53:52 WIB


Oleh Dr. Ali M Zebua, M.Pd.I Dosen, IAIN Kerinci
Oleh Dr. Ali M Zebua, M.Pd.I Dosen, IAIN Kerinci

Program “Diktisaintek Berdampak” yang diluncurkan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi pada 2 Mei 2025 menghadirkan arah baru dalam pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia. Bukan sekadar penambahan program atau skema bantuan, Diktisaintek membawa perubahan paradigma mendasar: dari kampus sebagai pusat pengajaran menjadi simpul pertumbuhan ekonomi dan agen solusi sosial-ekologis.

 

Dalam beberapa dekade terakhir, pendidikan tinggi kita menghadapi tantangan klasik yang terus berulang. Ketimpangan akses, rendahnya relevansi lulusan, dan keterputusan antara dunia akademik dan industri membuat lulusan perguruan tinggi kerap berakhir di pekerjaan yang tidak sesuai bidangnya—atau bahkan menganggur.

 

Data Kemdiktisaintek yang dikutip dalam dokumen peluncuran menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih meragukan nilai tambah pendidikan tinggi. Mereka melihat fakta bahwa gelar tidak selalu sejalan dengan peluang kerja. Di sisi lain, akses terhadap pendidikan tinggi di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) juga belum merata.

 

Menjawab Ketimpangan Lewat Kolaborasi

 

Salah satu strategi utama Diktisaintek adalah sistem mentoring antar kampus. Perguruan tinggi unggul dijadikan mentor bagi perguruan tinggi di daerah dalam skema setara. Model ini bukan sekadar bimbingan satu arah, melainkan kerja sama dua arah untuk meningkatkan kapasitas tridharma—pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

 

Dari program ini lahir potensi riset kolaboratif antar daerah, pertukaran dosen dan mahasiswa, hingga pengembangan konsorsium pengabdian untuk menyelesaikan persoalan lokal. Di sinilah semangat desentralisasi dan gotong royong benar-benar diuji.

 

Riset yang Tak Lagi di Menara Gading

 

Transformasi pendidikan tinggi juga menyentuh aspek riset. Diktisaintek mendorong hilirisasi hasil riset melalui skema pembiayaan padanan (co-funding), akselerator kebijakan, dan konsorsium antarperguruan tinggi. Tujuannya sederhana namun fundamental: riset harus menjawab kebutuhan nyata masyarakat dan industri.

 

Dalam banyak kasus, hasil riset kita berhenti di seminar atau jurnal ilmiah. Padahal, potensi inovasi lokal sangat besar jika difasilitasi dengan ekosistem yang mendukung. Program ini ingin membalikkan situasi tersebut, menjadikan riset sebagai fondasi pembangunan yang langsung dirasakan masyarakat.

 

Investasi pada Talenta dan Kepemimpinan Muda

 

Pendidikan tinggi tidak hanya tentang infrastruktur dan kebijakan. Faktor manusia tetap yang paling menentukan. Karena itu, Diktisaintek memberi perhatian khusus pada penguatan SDM unggul. Beasiswa Garuda, KIP Kuliah, dan program Sekolah Unggulan Garuda disiapkan untuk menyaring dan membina calon pemimpin masa depan sejak SMA.

 

Pelatihan kepemimpinan, magang industri, kolaborasi riset mahasiswa, hingga pengembangan minat dan bakat saintek menjadi bagian penting dalam menciptakan generasi yang tidak hanya pintar, tapi juga relevan dan berdampak.

 

Menuju Universitas 4.0

 

Seluruh inisiatif ini mengarah pada model pendidikan tinggi generasi keempat (University 4.0), yang responsif terhadap disrupsi teknologi, inklusif terhadap masyarakat, dan berpihak pada keberlanjutan. Model ini bukan hanya mengedepankan kerja sama antara akademisi dan industri, tapi juga melibatkan pemerintah dan masyarakat dalam quadruple-helix collaboration.

 

UNESCO (2021) bahkan menegaskan bahwa pendidikan dan sains harus diposisikan sebagai kontrak sosial. Pendidikan tidak bisa lagi berjalan sendiri, tetapi harus menjadi instrumen penyelesaian persoalan bersama—dari perubahan iklim hingga ketimpangan ekonomi.

 

Menjaga Konsistensi dan Akuntabilitas

 

Meskipun Diktisaintek menawarkan banyak terobosan, keberhasilannya tetap bergantung pada konsistensi pelaksanaan. Pemerintah perlu menjamin bahwa transformasi ini tidak hanya berakhir pada tataran wacana, tetapi diiringi dengan monitoring dan evaluasi yang transparan dan terukur.

 

Di sisi lain, kampus juga harus bersedia membuka diri terhadap perubahan, mengadopsi manajemen berbasis luaran, dan menjalin kemitraan yang sehat dengan aktor-aktor di luar dunia akademik.

 

Penutup

 

Diktisaintek hadir di tengah kebutuhan mendesak akan perubahan. Jika dijalankan dengan komitmen kolektif, program ini berpotensi menjadi fondasi penting menuju Indonesia Emas 2045. Pendidikan tinggi bukan lagi menara gading, melainkan jembatan menuju kemajuan bersama.

 

Artikel ini ditulis berdasarkan dokumen “Peluncuran Program Diktisaintek Berdampak” (Kemdiktisaintek, 2 Mei 2025). Penulis tidak memiliki konflik kepentingan.


Advertisement

Komentar Facebook