HOT TOPICS:
#Nasional





Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal, Tantangan Baru Bagi Partai Politik

Kamis, 03 Juli 2025 | 09:29:36 WIB


Oleh: Dr. Pahrudin HM, M.A.

Analis Politik dan Kebijakan Universitas Nurdin Hamzah

Direktur Eksekutif Public Trust Institute (PUTIN)

 

 

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 135 memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal di Indonesia pada 2029 mendatang. Keputusan ini membuka babak baru dalam sejarah demokrasi Indonesia. Konsekuensinya kompleks. Pemisahan ini bukan hanya perubahan teknis; putusan ini adalah ujian yang mendalam bagi kemampuan partai politik untuk mengelola organisasi, kaderisasi, dan taktik pemenangan.

Partai-partai saat ini sering memanfaatkan sistem pemilu serentak untuk "menumpang momentum". Efek ekor jas (coattail effect), dapat menguntungkan kandidat di berbagai tingkatan karena Kampanye Presiden, DPR, DPD, dan Pilkada dilakukan secara bersamaan. Misalnya, elektabilitas kandidat kepala daerah atau partai dapat ditingkatkan oleh popularitas calon presiden.

Namun, peta kini mengalami perubahan. Partai tidak dapat lagi bergantung pada popularitas nasional untuk memimpin di daerah dengan pemilu yang terpisah. Dominasi lokal tidak selalu berarti kemenangan di tingkat pusat; begitu juga sebaliknya. Partai harus membangun kekuatan dengan cara yang lebih terukur dan spesifik.

Dengan pemisahan pemilu, partai harus kembali ke akarnya, membangun kader di tingkat lokal, memahami keinginan masyarakat lokal, dan tidak semata-mata mengandalkan figur-figur dari pusat. Ini adalah kesempatan yang sangat baik bagi partai untuk menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar alat politik menjelang pemilu, tetapi juga organisasi yang selalu memperjuangkan kepentingan rakyat. Sekaligus juga menunjukkan bahwa partai menjalankan salah satu fungsi esensialnya: pengkaderan atau kandidasi.

Sebaliknya, beban partai semakin berat. Biaya politik meningkat sebagai akibat dari kempanye yang berbeda. Strategi komunikasi, sumber daya manusia, dan pengelolaan logistik harus direncanakan sekaligus. Partai dengan struktur yang lemah atau sumber daya keuangan yang terbatas dapat menghadapi tantangan yang signifikan yang dapat mengganggu persaingan.

Selanjutnya, dinamika koalisi juga dapat berubah. Koalisi daerah tidak selalu sejalan dengan koalisi nasional. Fragmentasi ini dapat menyebabkan konflik di dalam partai, terutama di partai besar yang memiliki banyak faksi dan kepentingan yang berbeda.

Namun demikian, setiap kesulitan ini harus dianggap sebagai bagian dari memperkuat demokrasi kita. Pemilu yang terpisah memberi rakyat lebih banyak waktu untuk menilai calon legislatif, eksekutif, dan kepala daerah secara lebih objektif, tanpa terpengaruh oleh kegembiraan politik nasional.

Tugas partai politik adalah meningkatkan kaderisasi, meningkatkan profesionalisme, dan mendekatkan diri dengan masyarakat. Pemisahan pemilu yang gagal justru akan memperlebar jarak antara partai dan konstituen.

Pada akhirnya, keputusan MK ini adalah pesan kepada partai untuk kembali ke politik yang signifikan daripada hanya berfokus pada kampanye citra sesaat. Demokrasi Indonesia layak memperoleh peningkatan kualitas politik, dan ini dimulai dengan kesiapan partai untuk menghadapi keadaan baru ini. (*)



Advertisement

Komentar Facebook